Agama Dalam Membangun Budaya Lokal
Pendahuluan
Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar ummat
Muslim di dunia. Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997
jiwa penduduk. Walau Islam menjadi mayoritas, namun Indonesi bukanlah negara
yang berasaskan Islam. Masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat
ini. Mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema
utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu
kedatangannya.
Sekarang yang menjadi
pertanyaannya adalah bagaimana agama islam dapat masuk ke Indonesia? Siapa yang
membawa agama atau ajaran Islam masuk ke Indonesia? Dan kapan agama islam masuk
ke Indonesia?. Disini saya akan menjelaskannya, tujuannya adalah agar
masyarakat dapat mengetahui bagaimana peranan agama dalam budaya lokal.
Tidak hanya itu,
penulisan ini ditujukan agar masyarakat lebih peduli terhadap perkembangan
budaya dan bisa mengerti bahwa agama sangatlah berperan didalamnya. Secara
terperinci, tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana
pengetahuan masyarakat tentang peranan agama dalam membangun budaya lokal dan
untuk mengetahui lebih rinci perkembangan budaya itu sendiri.
Pembahasan
Pada awalnya, Mengenai
tempat asal kedatangan Islam ke Indonesia, dikalangan para sejarawan terdapat
beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi
tiga teori besar. Pertama, teori Gujarat, India. Islam masuk ke Indonesia pada
abad ke 13-M dipercaya datang dari wilayah Gujarat – India. Kedua teori Makkah.
Pada abad ke 7-M dipercaya bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Timur
Tengah yang melalui jasa pedagang arab. Ketiga teori Persia. Sekitar abad 13-M
islam masuk ke Indonesia melalui para pedagang asal Persia yang dalam
perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara.
Ahli Sejarah Baratpun
beranggapan bahwa islam masuk ke Indonesia pada abad 13-M adalah tidak benar. Pada
tahun 674-M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan, memerintahkan
mengirimkan utusannya ke tanah Jawa yaitu ke Jepara. Hasil kunjungan duta Islam
ini adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam.
Menurut pendapat sebagian
orang besar teori masuknya islam ke Indonesia melalui pedagang gujarat adalah
tidaklah benar. Apabila benar maka tentunya Islam yang akan berkembang
kebanyakan di Indonesia adalah aliran Syi'ah karena Gujarat pada masa itu
beraliran Syiah, akan tetapi kenyataan Islam di Indonesia didominasi Mazhab
Syafi'i. Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya Islam pada masa awal
dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik.
Dengan kesempurnaan Islam
yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang
lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan
datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan, para
santri menjadi jundullah (pasukan
Allah) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perang.
Pada akhir abad 19 muncul
ideologi pembaruan Islam oleh Jamal-al-Din Afghani dan Muhammad Abduh.
Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo, Mesir banyak berperan dalam
menyebarkan ide-ide tersebut, diantaranya adalah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul
Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung dengan
berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri
(1911), dan Sumatera Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin
menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun
kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir.
Penutup
Mengenai masuknya Islam
ke Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar yaitu Teori
Gujarat, Teori Makkah dan Teori Persia. Dengan mayoritas berpenduduk Muslim, politik
di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dan peranan umat Islam. Walau
demikian, Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam, namun ada beberapa
daerah yang diberikan keistimewaan untuk menerapkan syariat Islam, seperti Aceh. Seiring berjalannya waktu, Islam banyak
bermunculan dengan wajah yang berbeda-beda. Namun hal tersebut bukan masalah
selagi substansinya tidak bergeser.
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar